variasi bentuk energi
Variasi Bentuk Energi (Source: Freepik, by Macrovector)

Listrik dan Pasar Energi 

Listrik adalah bentuk energi dengan tingkat utilisasi paling luas. Cahaya matahari, angin, gelombang, arus laut, batu bara, BBM, gas alam hingga panas bumi menyimpan potensi energi dalam bentuk yang bervariasi, tapi tidak serta merta dapat digunakan untuk menyalakan kipas angin maupun komputer. Untuk menjalankan perangkat elektronik tersebut, kita perlu energi dalam bentuk listrik, atau  lebih tepatnya potensial listrik.

Perkembangan teknologi pada abad ke-21 bahkan mendorong utilisasi listrik lebih jauh lagi. Mesin-mesin piston berbahan bakar minyak yang sejak puluhan tahun lalu menggerakkan kendaraan roda dua dan empat di jalan-jalan, kini mulai digantikan dengan motor listrik yang ditenagai baterai.

Hanya saja, sampai saat ini, pasar energi global masih didominasi oleh minyak mentah. Negera-negara eksporti minyak adalah pemain utama sekaligus pengendali harga dan pasokan minyak mentah dunia.

Arab Saudi, Norwegia hingga Russia

Arab Saudi dan Brunei adalah segelintir negara yang mampu menghidupi rakyatnya dengan mengandalkan minyak sebagai sumber pendapatan utama.

Selain Brunei dan Arab Saudi, Norwegia juga merupakan salah satu negara produsen hidrokarbon cair. Penemuan minyak di Laut Utara pada tahun 1960-an membuat negara kerajaan tersebut kaya mendadak hingga dibentuklah Statoil (kini bernama Equinor), perusahaan energi Norwegia. Status negara eksportir minyak dengan cadangan melimpah tidak membuat Norwegia terlena dengan minyak. Bahkan mayoritas energi listrik di Norwegia dibangkitkan oleh pusat-pusat listrik bertenaga air (PLTA).

Untuk mengelola kekayaan negara hasil penjualan minyak mentah, pemerintah Norwegia mendirikan lembaga pengelola kekayaan negara (Sovereign Wealth Fund) bernama Norway's Oil Fund atau nama resminya Government Pension Fund Global. Lembaga ini mengelola dana yang tidak sedikit, nilainya mencapai mencapai 10 Triliun Krona (USD 1 Triliun) pada 2017, menjadikannya yang terbesar di dunia. Jumlah ini hampir 4 kali lipat dana kelolaan Temasek Holding (USD 229 Milyar), lembaga investasi milik pemerintah Singapura. Mayoritas dana kelolaan Norway's Oil Fund ditempatkan pada instrumen saham perusahaan-perusahaan global dan sisanya pada instrumen pendapatan tetap seperti surat hutang.

Jika Norwegia punya Oil Fund yang mengelola kekayaan negara bernilai USD 1 Triliun, Arab Saudi punya Saudi Aramco, perusahaan minyak terbesar di dunia dengan valuasi mendekati USD 2 Triliun, saat mencatatkan saham perdananya di Tadawul, Bursa Efek Arab Saudi pada Desember 2019 lalu. Aramco melepas 1,5% sahamnya atau senilai USD 25 Milyar, sementara sisanya masih dipegang oleh Kerajaan. Pencatatan saham ini menjadikan Aramco sebagai perusahan publik terbesar di dunia.

Aksi korporasi ini dipandang sebagai salah satu usaha Arab Saudi, dalam hal ini sang Putra Mahkota, Mohammed Bin Salman untuk mendiversivikasikan ekonomi negaranya. Walaupun demikian, fakta berbicara lain. Kerajaan tersebut masih mengandalkan bisnis minyak sebagai sumber pendapatan utamanya.

Bukan hal yang mengherankan jika Arab Saudi masih percaya diri dengan ladang minyak dan Aramconya. Baru-baru ini, Arab Saudi melancarkan perang harga minyak (Oil Price War) terhadap Rusia dengan meningkatkan produksi hariannya hingga 12 juta BPH (Barel per hari). Sikap Arab Saudi dipicu oleh penolakan Rusia atas ajakan untuk memperketat produksi agar dapat mendongkrak dan menstabilkan harga minyak di tengah pandemik Covid-19. Tak berhenti disitu, Arab Saudi juga juga memberikan diskon kepada para pelanggannya di Asia, Amerika dan Eropa, langkah yang memastikan kejatuhan harga minyak ke level terendah sejak 30 tahun terakhir.

Bagi Arab Saudi, kejatuhan harga minyak tidak serta merta merugikan, karena diantara negara-negara produsen minyak mentah dunia, Arab Saudi memiliki biaya produksi paling murah. Kejatuhan harga minyak menjadi di bawah USD 30 per barel sedikit banyak bakal mempengaruhi kinerja keuangan Aramco yang pada tahun 2018 mencatatkan laba bersih USD 111 Milyar atau sekitar 30% dari APBN RI yang senilai 2100 Triliun Rupiah.

Referensi:
  1. Norway's Oil Fund. https://www.reuters.com/article/us-norway-swf-record-idUSKBN1X41AO
  2. The Fund Norway. https://www.nbim.no/en/the-fund/about-the-fund/
  3. Temasek Holding. https://www.investopedia.com/terms/t/temasek-holdings.asp 
  4. Saudi Aramco. https://en.m.wikipedia.org/wiki/Saudi_Aramco

Post a Comment