Ketika hendak log-in ke akun mobile banking, email, maupun aplikasi e-commerce, prosesnya tidak seperti ketika masuk ke rumah dimana ada keluarga yang mengenali, menyambut lalu mempersilahkan kita masuk.
Gambar 1. Ilustrasi Hacker yang mengambil alih Akun Pribadi (Image by Freepik) |
Katakanlah kita perlu melakukan transfer sejumlah uang lewat aplikasi mobile banking untuk pembelian Yamaha Aerox yang sporty itu di Tokopedia, tidak ada petugas bank yang dapat memastikan bahwa memang benar kita yang mengakses akun milik kita sendiri, bukan orang lain.
Alih-alih, tugas ini dilakukan oleh sistem, seperangkat algoritma / protokol keamanan yang memastikan bahwa memang benar kita sebagai pemilik akun, satu-satunya orang yang memiliki credential (informasi pribadi) berupa username dan password, yang memungkinkan kita untuk mengakses akun milik kita. Karena itu, ketika username dan password kita jatuh ke tangan orang lain yang selanjutnya digunakan untuk masuk ke akun mobile banking kita, sistem mengenali orang lain tersebut sebagai kita, si pemilik akun.
Akses layanan perbankan secara konvensional yang mengharuskan kita bertemu teller setiap kali ingin melakukan transaksi mungkin memberikan keamanan yang lebih baik ketimbang layanan online banking, karena kita bisa saja ceroboh dalam menjaga informasi rekening pribadi sehingga dapat disalahgunakan / diambil alih pihak lain.
Namun teknologi menawarkan kemudahan, mengapa tidak mencobanya dan beradaptasi untuk lebih berhati-hati dalam bertransaksi dan melindungi informasi pribadi. Literasi digital yang baik membantu kita dalam mengamankan informasi pribadi di era internet yang serba instan.
Satu catatan terakhir, andaikata perangkat telepon genggam kita memiliki sensor biometrik seperti sidik jari dan pemindai mata, akan lebih baik mengaktifkan fitur tersebut untuk mengakses akun mobile banking dan akun-akun lain yang membutuhkan username dan password.
Post a Comment